Daftar Isi
1. Subjek Pajak
.................................................................
a. Subjek
Pajak Penghasilan .....................................
b. Subjek
Pajak Dalam Negeri ...................................
c. Subjek
Pajak Luar Negeri ......................................
d. Tidak
termasuk Subjek Pajak ................................
2. Objek Pajak
..................................................................
a. Objek
Pajak Penghasilan .......................................
b. Penghasilan
yang Dikenai PPh Final .....................
c. Dikecualikan dari Objek
Pajak...............................
3. PPh Pasal 21
..................................................................
a. Pemotong
PPh Pasal 21 .........................................
b. Subjek
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ..........
c. Bukan
Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
d. Objek
PPh Pasal 21 ................................................
e. Bukan
Objek PPh Pasal 21 .....................................
f. Ketentuan
Lain ......................................................
g. Tarif
Pemotongan PPh Pasal 21 ............................
h. Dasar
Pengenaan Pajak ........................................
i.
Penghasilan Tidak Kena Pajak ..............................
j.
Honorarium bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota
k. TNI,
Anggota POLRI ..............................................
l.
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
m. Tunjangan
Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus..................................
Subjek Pajak
Penghasilan
Yang menjadi subjek
pajak penghasilan adalah:
a
1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak;
b
badan;
Badan adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
c
bentuk usaha tetap.
adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa:
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3.
kantor perwakilan;
4.
gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. gudang;
8. ruang untuk promosi dan penjualan;
9. pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11.
perikanan, peternakan,
pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
12.
proyek konstruksi,
instalasi, atau proyek perakitan;
13.
pemberian jasa dalam
bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60
hari dalam jangka waktu 12 bulan;
14.
orang atau badan yang
bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat
16. kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung
risiko di
17.
Indonesia; dan
18.
komputer, agen elektronik,
atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi
elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Subjek
Pajak Dalam Negeri
Subjek
Pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
Kewajiban pajak subjektif
orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau
berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal
dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1.
pembentukannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3.
penerimaannya dimasukkan
dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4.
pembukuannya diperiksa
oleh aparat pengawasan fungsional negara;
Kewajiban pajak subyektif
badan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan
berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
c. warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Kewajiban pajak subyektif
warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum
terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
Subjek
Pajak Luar Negeri
Subjek
Pajak luar negeri adalah:
a
orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia;
Kewajiban pajak subyektif
orang pribadi atau badan dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir pada saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
b
orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Kewajiban pajak subyektif
orang pribadi atau badan dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat
tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
Tidak
termasuk subjek pajak
Tidak
termasuk subjek pajak adalah:
a.
kantor perwakilan negara asing;
b.
pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
c.
organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1.Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
2.tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota;
Organisasi
Internasional adalah organisasi/badan/
lembaga/asosiasi/
perhimpunan/forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan
untuk meningkatkan kerjasama internasional dan
dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama.
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat
bukan warga negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Pejabat perwakilan
organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung
oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas
atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di
Indonesia.
Objek
Pajak
Objek
Pajak Penghasilan
Yang
menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk:
a
penggantian atau imbalan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk
gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,
atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang
ini;
b
hadiah dari undian atau
pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c laba usaha;
d
keuntungan karena
penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1.keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2.keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3.keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
4.keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5.keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan;
6.Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya,
maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai
sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.
bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i.
sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
j.
penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Pembebasan utang oleh
pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula
berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang
debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit
Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat
sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu
dikecualikan sebagai objek pajak.
l.
keuntungan selisih kurs
mata uang asing;
Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing
diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi, termasuk premi reasuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang
berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut
tetap merupakan objek pajak.
r.
imbalan bunga; dan
s. surplus Bank Indonesia.
Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan
adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan
penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan
dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.
Penghasilan
yang Dikenai PPh Final
Penghasilan
di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a.
penghasilan berupa bunga
deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b.
penghasilan berupa hadiah
undian;
c.
penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
d.
penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e.
penghasilan tertentu
lainnya,yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Dikecualikan
dari Objek Pajak
Yang
dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2.harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan,sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit);
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; danbagi
perseroan terbatas, badan usaha milik negara
2.
dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i.
bagian laba yang diterima
atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j.
penghasilan yang diterima
atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
k. kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut:
1.
merupakan perusahaan
mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sector sector usaha
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2.
sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l.
beasiswa yang memenuhi
persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
o. hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang
diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundii dan hadiah
tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau
jasa.
PPh
Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak nomor 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:
a. pemberi kerja yang terdiri dari:
2)
orang pribadi dan badan;
3) cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian
atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit
tersebut.
b. bendahara
atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas
pada Pemerintah Pusat
termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
c. dana pensiun, badan
penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua;
d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang
membayar:
1.
honorarium, komisi, fee,
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk
jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
2.
honorarium, komisi, fee,
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
3.
honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;
e.
penyelenggara kegiatan,
termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional,
perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk
apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Subjek
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang
pribadi yang merupakan:
a.
pegawai;
b.
penerima uang pesangon,
pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua,
termasuk ahli warisnya;
c.
bukan pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa,
meliputi:
1.
tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman
lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan
moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10. petugas penjaja barang
dagangan;
11. petugas dinas luar
asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling
dan kegiatan sejenis lainnya;
d.
anggota dewan komisaris
atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan
yang sama;
e.
mantan pegawai;
f.
peserta kegiatan yang
menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam
suatu kegiatan, antara lain:
1.
peserta perlombaan dalam
segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2.
peserta rapat, konferensi,
sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3.
peserta atau anggota dalam
suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan;
5.
peserta kegiatan lainnya.
Bukan
Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Tidak
termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 adalah:
a.
pejabat perwakilan
diplomatik dan konsulat atau
pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan
atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
b.
pejabat perwakilan organisasi internasional,
yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Objek
PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah:
a
penghasilan yang diterima
atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur
maupun Tidak Teratur;
b
penghasilan yang diterima
atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau
penghasilan sejenisnya;
c
penghasilan berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun
sejak pegawai berhenti bekerja;
d
penghasilan Pegawai Tidak
Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan,
upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
e
imbalan kepada Bukan
Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imbalan sejenisnya
dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang
dilakukan;
f
imbalan kepada peserta
kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun;
g
penghasilan berupa honorarium atau imbalan
yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan
komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama;
h
penghasilan berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
i
penghasilan berupa
penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus
sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Termasuk pula penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh:
a.
Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak penghasilan yang bersifat final; atau
b.
Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).(didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai
wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan.)
Bukan Objek PPh Pasal 21
Tidak Termasuk dalam Pengertian
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1.
pembayaran manfaat atau
santunan asuransi dari
2.
perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; penerimaan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau
pemerintah;
3.
iuran pensiun yang
dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4.
zakat yang diterima oleh
orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
5.
beasiswa, yang memenuhi
persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan
Lain
1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan
penerima penghasilan yang Dipotong PPh
Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2.
Pegawai, penerima pensiun
berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah
tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi
Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya
kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 pada saat mulai bekerja atau
mulai pensiun.
3.
Dalam hal terjadi perubahan tanggungan
keluarga bagi pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai wajib membuat
surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.
4. Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan
PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender,
dan membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21.
5. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat
catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk
masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21
dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan
catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
6. Ketentuan mengenai
kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk
setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada
bulan yang bersangkutan nihil.
7. Dalam hal dalam suatu
bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26 yang terutang oleh pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26, kelebihan penyetoran
tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang
terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21
dan/atau PPh pasal 26.
8. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20%
lebih tinggi.
Tarif
Pemotongan PPh Pasal 21
Tarif
yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-
undang
Pajak Penghasilan, yaitu:
La
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
5%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
250.000.000,00
|
15%
|
Di atas 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00
|
25%
|
Di atas Rp 500.000.000,00
|
30330%
|
pisan
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Dasar
Pengenaan Pajak
Tarif
pajak dikenakan terhadap Dasar Pengenaan Pajak
sebagai
berikut:
Yang Dipotong
|
Dasar Pengenaan Pajak
|
Pegawai tetap
|
Penghasilan Kena Pajak
= jumlah seluruh penghasilan bruto
setelah dikurangi dengan:
a.
biaya jabatan,
sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun;
b.
iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar
oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.
Dikurangi
PTKP
|
Penerima Pensiun Berkala
|
Penghasilan
Kena Pajak
=
seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% dari penghasilan bruto,
setinggi-tingginya Rp 200.000,00
sebulan atau Rp 2.400.000,00 setahun.
Dikurangi
PTKP
|
Pegawai
tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif
penghasilan yang
diterima
dalam 1 bulan kalender
telah
melebihi Rp. 2.025.000
|
Penghasilan
Kena Pajak
=
Penghasilan bruto
Dikurangi PTKP
|
Pegawai
tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan
atau
upah borongan, sepanjang
penghasilan
kumulatif
yang
diterima dalam 1
bulan
kalender belum melebihi
Rp
2.025.000
|
Penghasilan
Kena Pajak
=
Penghasilan bruto
dikurangi
Rp 200.000
|
Pegawai
tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah
borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp 2.025.000
belum melebihi Rp 7.000.000
|
Penghasilan
Kena Pajak
=
Penghasilan bruto
dikurangi
PTKP sebenarnya
(PTKP
yang sebenarnya adalah adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja
yangsebenarnya.)
|
Pegawai
tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah
borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp 7.000.000
|
Penghasilan
Kena Pajak
=
Penghasilan bruto dikurangi PTKP
|
Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan
|
Penghasilan
Kena Pajak
=
50% dari jumlah penghasilan bruto
Dikurangi PTKP perbulan
|
Selain
di atas
|
Jumlah
penghasilan bruto
|
Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP)
PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal
tahun pajak atau
awal bagian tahun pajak
URAIAN
|
PTKP SETAHUN
|
Untuk
diri Wajib Pajak Orang Pribadi
|
Rp24.300.000,00
|
tambahan untuk
Wajib Pajak yang
kawin
|
Rp 2.025.000,00
|
Tambahan untuk
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
|
Rp 24.300.000,00
|
Tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat; yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
orang untuk setiap keluarga
|
Rp 2.025.000,00
|
Yang
dipotong Dasar pengenaan Pa
Tanggungan, yaitu:
Yang dimaksud
dengan “anggota keluarga yang menjadi
1.
tanggungan sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak
mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
2.
Anak angkat termasuk penambah nilai PTKP. Pengertian anak angkat
dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan janggota
keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan
sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan.
3.
Contoh Hubungan keluarga
sedarah dan semenda :
a.
Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung
b.
Sedarah ke samping : Saudara kandung
c.
Semenda lurus : Mertua, anak tiri
d.
Semenda ke samping : Saudara Ipar (selain yang di atas tidak
dapat dimasukkan ke dalam tanggungan)
Status Wajib Pajak,
terdiri dari:
TK/…
|
Tidak
Kawin, ditambah dengan banyaknya
tanggungan
anggota keluarga;
|
K/…
|
Kawin,
ditambah dengan banyaknya tanggungan
anggota
keluarga;
|
K/I/…
|
yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya
tanggungan anggota keluarga;
|
PH
|
Wajib
pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan. PTKP nya tetap seperti PTKP untuk WP kawin yang penghasilan
suami istri digabungan (K/I/....)
|
HB/…
|
Wajib
pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota
keluarga. PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup
berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib
Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya
yang diperkenankan.(sesuai dengan Pasal 7 UU PPh)
|
PTKP Karyawati,
adalah:
1.
Karyawati kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
2.
Karyawati tidak kawin: sebesar PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
3.
Karyawati kawin yang mempunyai surat keterangan tertulis dari
Pemerintah Daerah setempat serendahrendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya
tidak menerima/ memperoleh penghasilan: besanya PTKP adalah PTKP untuk dirinya
sendiri + PTKP status kawin+PTKP Untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
Honorarium
bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI
Atas penghasilan
berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN
atau APBD yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI,
dan Pensiunannya dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 bersifat final dengan
tarif:
URAIAN
|
TARIF
|
PNS
Golongan I dan
Golongan
II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya
|
sebesar
0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain
|
PNS
Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama,
dan pensiunannya
|
sebesar
5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain
|
Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya
|
sebesar
15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain
|
Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus
Atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus,
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.
Tarif Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai
berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif pajak
|
sampai dengan Rp.50.000.000
|
0%
|
di atas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp.
100.000.000
|
5%
|
di atas Rp.100.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000
|
15%
|
di atas Rp.500.000.000
|
25%
|
Diterapkan
atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang
dibayarkan
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.
Tarif
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat
Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif pajak
|
sampai dengan Rp.50.000.000,00
|
0%
|
di atas Rp. 50.000.000,00
|
5%
|
Diberlakukan
atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling
lama 2 tahun kalender.
PPh Pasal 22
Pemungut
PPh Pasal 22
Pemungut
PPh Pasal 22 adalah:
a.
Bank Devisa dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b.
bendahara pemerintah dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c.
bendahara pengeluaran
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP);
d.
Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e.
Badan Usaha Milik Negara
yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan, yang meliputi:
1. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero)
Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya
(Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
2. Bank-bank Badan Usaha
Milik Negara,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau
bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
f.
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas
penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g.
Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor,
atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h.
Produsen atau importir
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i.
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan
dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Besarnya pungutan PPh Pasal 22
ditetapkan sebagai berikut:
a
Atas impor:
1.
yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai,
gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor;
(nilai impor adalah
nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.)
2.
yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar
7,5% dari nilai impor; dan/atau
3.
yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
b
Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c
Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai
berikut:
1.
Bahan Bakar Minyak sebesar:
a.
0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
b.
0,3% dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan
bakar umum bukan Pertamina;
c.
0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
2.
Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai; Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
d.
Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri
oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
1. penjualan semua jenis semen sebesar 0,25%;
2. penjualan kertas sebesar 0,1%;
3. penjualan baja sebesar 0,3%;
4. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih sebesar 0,45%;
5. penjualan semua jenis obat sebesar 0,3%,dari dasar pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai.
e.
Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
f.
Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
g.
Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:
1.
pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari
Rp20.000,000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
2.
kapal pesiar dan sejenisnya dengan- harga jual lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
3.
rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas
bangunan lebih dari 500m2;
4.
apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/ atau
luas bangunan lebih dari 400 m2;
5.
kendaraan bermotor roda
empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
sebesar 5% dari
harga jual, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan
terhadap Wajib
Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak
Dikecualikan
dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a.
Impor barang dan atau penyerahan barang yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan;
Ø
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal
22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak
b.
Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau
Pajak Pertambahan Nilai:
1.
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2.
barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan
terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan
badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3.
barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4.
barang untuk keperluan
museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum;
5.
barang untuk keperluan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6.
barang untuk keperluan
khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7.
peti atau kemasan lain
yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8.
barang pindahan;
9.
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang
yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan
militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku
pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai
dengan kegiatan usahanya;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian
jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara
Niaga nasional;
17. kereta
api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero),
dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang
ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang digunakan untuk pembuatan
kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta
prasarana yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);
18. peralatan berikut suku cadangnya yang
digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan
foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung
pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, TNI atau pihak
yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau TNI; dan/atau
19. barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi
yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas barang barang impor ini tetap berlaku dalam hal
barang impor tersebut
dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%.
Ketentuan ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau
Direktur Jenderal Pajak.
c.
Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk diekspor kembali;dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai
dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
d.
Impor kembali (re-import), yang meliputi barang-barang
yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai;
e.
Pembayaran yang dilakukan
oleh pemungut pajak, berkenaan dengan:
1.
pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (bendahara
pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); bendahara pengeluaran; KPA atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA) yang
jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
2.
pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN) yang
jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
3. pembayaran
untuk:
a.
pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar
b.
gas, pelumas, benda-benda pos;
c.
pemakaian air dan listrik.
f.
Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor; dinyatakan dengan Surat Keterangan
Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak
g.
Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Saat
terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
1.
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan
dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
2.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka
Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
3.
Pajak Penghasilan Pasal
22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak terutang dan dipungut pada saat
pembayaran.
4.
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi
industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang
dan dipungut pada saat penjualan.
5.
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar
minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat
Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
6.
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.